S e l a m a t   D a t a n g di Blog Pusat Sumber Belajar SMA Negeri 1 Kota Cirebon Info : Ferifikasi Data Siswa Baru/PPDB SMA RSBI Negeri 1 Kota Cirebon dari tanggal 5 - 15 Mei 2012 silahkan Klik ke www.smansa.ppdbrsbi-cirebon.org

Selasa, 13 Juli 2010

Jangan Abaikan Pendidikan Akhlak



Prof Dr Arief Rahman MPd
`Jangan Abaikan Pendidikan Akhlak`


Selama tiga hari, Senin-Rabu (4-6/2) bertempat di Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Departemen Pendidikan Nasional di Sawangan Depok Jawa Barat digelar `Rembuk Nasional Pendidikan 2008`. Dalam acara yang mengambil tema `Pemantapan Target Renstra 2005-2009` tersebut dipaparkan berbagai keberhasilan yang telah dicapai bidang pendidikan terutama sejumlah prestasi yang dicapai sejumlah siswa cerdas Indonesia di berbagai kesempatan.

Namun, pakar pendidikan Prof Dr Arief Rahman MPd mengaku ada yang kurang yang belum dihembuskan dalam acara tersebut, terutama soal moral. ``Ada satu hal yang saya pikir harusnya dihembuskan di dalam pembukaan Rembuk Nasional Pendidikna 2008 ini yaitu tujuan Undang-Undang kita bahwa membentuk anak didik yang berakhlak mulia dan berbudi luhur. Itu tidak keluar sama sekali,`` tegas Arief.

Berikut ini, pandangannya tentang pentingnya pendidikan moral bagi anak didik Indonesia:

Apa yang Anda tangkap dari acara pembukaan Rembug Nasional Pendidikan yang baru saja berakhir?
Ada satu hal yang saya pikir harusnya dihembuskan di dalam pembukaan Rembuk Nasional Pendidikan 2008 yaitu tujuan Undang-undang kita bahwa membentuk anak didik yang berakhlak mulia dan berbudi luhur tidak keluar sama sekali. Semua memperhatikan hal-hal yang standarnya internasional. ISO dan Olimpiade Internasional. Sebenarnya, standar internasional itu tidak menyapa ketakwaan, tidak menyapa tatakrama, tidak menyapa budi pekerti. Dan itu sebetulnya harus ditekankan.

Kenapa ini bisa terjadi?
Karena yang terukur itu yang rangking, nilai. tetapi yang tidak terukur adalah akhlak. Kalau saya perhatikan saya sebetulnya menginginkan di dalam program pendidikan ini tekanan kepada akhlak, tekanan kepada budi pekerti, tekanan kepada rasa kebangsaan, nasionalisme harus lebih kuat. Terutama di dalam menghadapi era globalisasi seperti sekarang ini. Mendikmas sendiri mengatakan yang kurang harus diselesaikan.

Penekanan terhadap akhlak ini apa faedahnya?
Akhlak itu, kalau umpamanya tata kelola, pencapaian akademis, tapi tidak dilakukan oleh orang yang berakhlak. Yang cerdas itu koruptor juga cerdas. Koruptor-koruptor itu ternyata orang cerdas bukan orang bodoh. Tetapi, yang penting sebetulnya akhlak, budi pekerti, tatakrama. Itu juga penting dan menurut saya harus ditekankan. jangan sampai terabaikan.

Anda memandang sangat penting soal pendidikan moral, ya?
Dalam pendidikan, itu harus menjadi nyawa. Rohnya harus di situ. Jadi, kesimpulannya, konsistensi terhadap tujuan pendidikan yang telah ditetapkan di dalam Undang Undang Pendidikan Nomor 20 bahwa pendidikan itu tujuannya untuk membina akhlak anak yang berakhlak mulia, budi pekerti luhur, bertanggung jawab, cerdas, demokratis, itu harus semua muncul ke permukaan. Rembug Nasional Pendidikan harus menyadarkan kembali.

Dan saya tidak melihat aksentuasi itu keluar. tetapi pencapaian-pencapaian yang tadi di dalam target Renstra 2005-2009 Mendiknas sangat cerdas dan pandai, bagus, berhasil, untuk menunjukkan pencapaian-pencapaiannya. Saya hanya khawatir kalau kita tidak mengingat-ingat kembali kepada Bangsa dan Negara ini bahwa nasionalisme penting, bahwa rasa persatuan dan persaudaraan itu penting. nanti kita menjadi pekerja-pekerja yang tak bermoral. Bermoral itu harus dikembangkannya melalui pendidikan.

Jadi, Rembuk Nasional ini melihat dari semua yang memang kita rencanakan. Dan pencapaian itu menurut saya berhasil dengan baik. Mendiknas sendiri mengakui masih banyak kelemahan. Tetapi, yang saya pikir yang sangat penting adanya sentuhan kepentingan bahwa akhlak mulia harus ditonjolkan juga. Kultur sekolah yang berakhlak dan berbudi pekerti luhur harus menjadi target utama dari semua kinerja kita di dalam pendidikan. Sedangkan yang sifatnya akademis, hal-hal yang sifatnya memakai standar ISO sifatnya sangat baik untuk dicapai. Sebab itu menimbulkan gairah kita juga di dalam proses pendidikan. tetapi yang saya menganggap lebih penting adalah tekanan-tekanan pada hal-hal yang sifatnya moral dan agama.

Program lainnya bagaimana?
Kecuali soal moral dan akhlak, sekarang kita harus berpikir, program-program untuk anak miskin yang tidak mempunyai prestasi akademis tinggi, ini siapa yang menangani. Sebab biasanya yang saya perhatikan secara kasat mata di luar, anak-anak yang tidak berprestasi tinggi di dalam akademis dan miskin, dia biasasanya berada di sekolah-sekolah yang tidak baik. Lalu sekolah-sekolah yang tidak baik pun adanya pada kebanyakan sekolah-sekolah yang tidak ditangani oleh pemerintah secara llangsung. Saya tidak menyebut sekolah swasta tapi sekolah negeri juga ada.

Kalau yang negeri yang bukan sekolah unggulan, akan tetap menjadi sekolah yang bukan unggulan. Sebab anak-anak di situ di saring sebagai anak-anak yang memang bukan unggulan. Jadi, akan tetap menjadi sekolah yang bukan unggulan. Dan akan selamanya menjadi sekolah yang tidak unggulan. Ini sebetulnya melanggar azas keadilan.

Bagaimana cara memecahkannya?
Harus ada strategi, kebijakan keadilan di dalam pengelolaan dan penyegaran anak yang pandai dan anak yang miskin di seluruh sekolah secara merata.

sumber: Republika Online