Dengan semakin maraknya jumlah Internet Service Provider (ISP) di Indonesia (saat ini lebih dari 200 buah), maka semakin sengitlah kompetisi antara ISP tersebut. Semua potensi bangsa dari Usaha Kecil Menengah, Koperasi, termasuk TELKOM dan INDOSAT main di internet. Hal ini akhirnya menimbulkan persaingan yang sangat keras, bahkan cenderung tidak fair. Akhirnya timbullah usaha segala cara dari ISP untuk bertahan hidup dan tidak kalah kompetisi sekaligus mencari keuntungan. Persaingan terasa makin keras karena terlebih lagi ISP cenderung terpusat di kota-kota besar terutama di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Batam, Denpasar dan lain-lain. Masalah utama dari internet di Indonesia adalah terbatasnya jaringan akses ke pelanggan. Jaringan yang diandalkan selama ini adalah "backbone" PSTN-nya TELKOM. Tetapi karena keterbatasan jaringan akses kabel TELKOM dan karena juga keikutsertaan TELKOM dalam kompetisi internet lewat Divisi Multimedia-nya, maka bagi ISP lainnya akhirnya "wireless" lah yang jadi andalan.
Dengan keterbatasan frekuensi dan relatif sulitnya mencari frekuensi yang "idle", maka konsep "unlicensed band"-nya FCC dilirik oleh beberapa ISP dengan diam-diam (termasuk penyelenggara jasa telekomunikasi maupun penyelenggara telsus lainnya). Mula-mula frekuensi 900 MHz-an digunakan, tetapi karena tabrakan dengan operator GSM, maka penggunaan low power CDMA "unlicensed band" ini dihindari. Kemudian muncul teknologi 2.4 GHz yang ternyata di berbagai negara di dunia, terutama USA dan Eropa diterima sebagai band frekuensi "unlicensed band" dengan segala variasinya tergantung kondisi eksisting. Selengkapnya