Senin, 12 Juli 2010
Baik dan Halal adalah Syarat Diterimanya Do'a
Judul: Baik Dan Halal, Adalah Syarat Diterimanya Doa : Sebab Dikabulkannya Doa, Sebab Doa Tidak Dikabulkan
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ، فَقَالَ تَعَالَى : ((–Qs al-Mu'minûn/23 ayat 51)) وَقَالَ تَعَالَى : ((–Qs al-Baqarah/2 ayat 172-)) ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ: أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ ؟
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam besabda:
"Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan kepada kaum mukminin seperti yang Dia perintahkan kepada para rasul. Maka, Allah Ta’ala berfirman, ’Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan’ –Qs al-Mu'minûn/23 ayat 51- dan Allah Ta’ala berfirman,’Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari rizki yang baik yang Kami berikan kepada kamu’ –Qs al-Baqarah/2 ayat 172- kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan orang yang lama bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, ‘Wahai Rabb-ku, wahai Rabb-ku,’ sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi kecukupan dengan yang haram, bagaimana doanya akan dikabulkan?”
TAKHRÎJ HADITS
Hadits ini shahîh, diriwayatkan oleh:
1. Muslim, no. 1015.
2. Ahmad, II/328.
3. At-Tirmidzi, no. 2989.
4. Ad-Dârimi, II/300.
5. Al-Baihaqi, III/346.
6. Al-Bukhâri dalam kitab Raf’ul Yadaini fish-Shalâh, no. 158.
SYARAH HADITS
Kelima : Sebab-Sebab Dikabulkannya Doa.
Ucapan Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu “kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan orang yang lama bepergian, rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, 'Wahai Rabb-ku, wahai Rabb-ku,' padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan dengan yang haram, bagaimana doanya dikabulkan?”
Dengan hadits di atas, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ingin menunjukkan etika berdoa, sebab-sebab yang menjadikan doa dikabulkan, dan sebab-sebab yang menjadikan doa seseorang itu tidak dikabulkan. Dalam hadits di atas, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan empat hal yang membuat doa dikabulkan, yaitu:
a). Lama bepergian.
Bepergian itu sendiri menyebabkan doa dikabulkan seperti terlihat pada hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ يُسْتَجَابُ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ : دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ.
"Tiga doa yang dikabulkan dan tidak ada keraguan di dalamnya: (1) doa orang yang terzhalimi, (2) doa musafir (orang yang sedang bepergian jauh), dan (3) doa seorang ayah untuk anaknya." [1]
Dalam riwayat lain disebutkan, “doa keburukan seorang ayah untuk anaknya”.
Jika seseorang telah lama bepergian, doanya sangat mungkin dikabulkan karena dugaan kuat orang tersebut sedih karena lama terasing dari negerinya dan mendapatkan kesulitan. Sedih adalah sebab terbesar yang membuat doa dikabulkan.
b). Terjadinya keusangan pada pakaian dan penampilan dalam bentuk rambut kusut dan berdebu.
Hal ini juga membuat doa terkabul seperti terlihat pada hadits yang masyhur, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang bersabda:
رُبَّ أَشْعَثَ ذِيْ طِمْرَيْنِ، مَدْفُوْعٌ بِاْلأَبْوَابِ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ َلأَبَرَّهُ.
"Bisa jadi orang yang rambutnya kusut, berdebu, mempunyai dua pakaian lusuh, dan pintu-pintu tertutup baginya, namun jika ia berdoa kepada Allah, Dia pasti mengabulkannya" [2]
Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar rumah untuk mengerjakan shalat Istisqa’, beliau keluar dengan pakaian lusuh, tawadhu`, dan merendahkan diri.[3]
Keponakan Mutharrif bin ‘Abdullah dipenjara, kemudian Mutharrif bin ‘Abdullah rahimahullah mengenakan pakaian usang miliknya dan mengambil tongkat dengan tangannya. Dikatakan kepadanya, “Kenapa engkau berbuat seperti itu?” Mutharrif bin ‘Abdullah menjawab, “Aku merendahkan diri kepada Rabb-ku, mudah-mudahan Dia memberi syafa’at kepadaku untuk keponakanku”.[4]
c). Menengadahkan kedua tangan ke langit.
Ini termasuk adab berdoa, dan dengan cara seperti itu, diharapkan doa tersebut dikabulkan. Disebutkan dalam sebuah hadits dari Salmân Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إنَّ اللهَ حَيِيٌّ كَرِيْمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ.
"Sesungguhnya Allah Maha Pemalu dan Maha Mulia. Dia malu bila seseorang menengadahkan kedua tangan kepada-Nya, namun Dia mengembalikan keduanya dalam keadaan kosong tidak mendapatkan apa-apa." [5]
Hadits yang semakna juga diriwayatkan dari hadits Anas bin Mâlik[6], Jâbir[7], dan selain keduanya.
Cara Menengadahkan Tangan Dalam Berdoa.
• Mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua pundak dengan menghadapkan kedua telapak tangan ke langit dan menghadapkan bagian luarnya ke tanah. Menengadahkan kedua tangan seperti itu diperintahkan dalam banyak hadits ketika seseorang berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Disebutkan dari Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah dan Ibnu Sirîn bahwa itulah doa dan permintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
• Menengadahkan kedua tangan sejajar dengan pundak dan menghadapkan bagian luar tangan ke arah kiblat ketika menghadap ke sana dan menghadapkan bagian dalam tangan ke wajah [8]. Salah seorang generasi salaf berkata,“Menengadahkan kedua tangan seperti itu adalah sikap merendahkan diri.”
• Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menengadahkan kedua tangan beliau dengan tinggi ketika shalat Istisqa` hingga ketiak beliau yang putih bersih terlihat. Yaitu, dengan menghadapkan bagian luar telapak tangan ke langit dan bagian dalamnya menghadap ke tanah.[9]
• Menengadahkan kedua tangan dengan posisi tangan bagian dalam menghadap ke langit dan bagian luarnya menghadap ke tanah. Salah seorang dari generasi Salaf berkata, “Menengadahkan kedua tangan seperti itu adalah meminta perlindungan kepada Allah k dan berlindung diri kepada-Nya.” Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa jika beliau berlindung diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, beliau menengadahkan kedua tangan seperti itu.[10]
• Beristighfar dengan berisyarat satu jari. Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau berbuat seperti itu ketika beliau berada di atas mimbar.[11]
• Adapun ibtihâl (yaitu istighatsah) dengan mengangkat tangan tinggi-tinggi.[12] Beliau menengadahkan kedua tangan beliau pada Perang Badar guna meminta pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atas kaum musyrikin hingga pakaian beliau jatuh dari kedua pundak beliau.[13]
d). Terus-menerus berdoa kepada Allah Ta’ala dengan mengulang-ulang kerububiyyahan-Nya.
Cara seperti ini termasuk aspek penting yang membuat doa terkabul.
Ath-Thabrâni dan lain-lain meriwayatkan hadits dari Sa’ad bin Khârijah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, “Salah satu kaum mengeluhkan ketiadaan hujan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian beliau bersabda, ‘Kumpulkan rombongan kepadaku dan katakan, ‘Rabbi… Rabbi...’. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat jari telunjuk ke langit kemudian mereka diberi hujan hingga mereka ingin air hujan tersebut diberhentikan dari mereka”. [14]
Yazid ar-Raqqâsyi rahimahullah berkata, dari Anas bin Mâlik, “Tidaklah seorang hamba berkata ‘Rabbî (wahai Rabb-ku), Rabbî (wahai Rabb-ku),’ melainkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman kepadanya, ‘Aku penuhi panggilanmu, Aku penuhi panggilanmu’.”
Diriwayatkan dari Abu ad-Darda` dan Ibnu ‘Abbas bahwa keduanya berkata: “Nama Allah terbesar ialah Rabbî (wahai Rabb-ku), Rabbî (wahai Rabb-ku)”.
Disebutkan dari ‘Athaa` rahimahullah, ia berkata: “Tidaklah seorang hamba berkata ‘Rabbî, Rabbî’ hingga tiga kali melainkan Allah melihatnya”.[15].
Perkataan tersebut disebutkan kepada al-Hasan rahimahullah kemudian al-Hasan berkata: “Tidakkah kalian membaca Al-Qur`ân?” Setelah itu al-Hasan membaca firman Allah Ta’ala Surat Ali ‘Imrân ayat 191-195.
Barang siapa mencermati doa-doa yang disebutkan dalam Al-Qur`ân, ia menemukan pada umumnya doa-doa tersebut dimulai dengan kata "Rabb", misalnya firman Allah Ta’ala: “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa Neraka”. [Al-Baqarah/2:201].
Atau firman Allah Ta’ala: “Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya.” [Al-Baqarah/2:286]
Juga firman-Nya:“Ya Rabb kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi”. [Ali ‘Imrân/3:8]